Thursday, June 26, 2014

Berbeda

Jam tanganku sudah menunjukan pukul setengah tujuh malam. Aku turun dari kendaraan. Wah teman-teman sudah mulai berdatangan. Mereka saling menyapa walau aku tahu itu hanya sebagai formalitas saja. Itu biasa terjadi di malam perpisahan.

Aku melangkahkan kakiku di karpet merah dengan burung-burung dari kertas yang bertebaran disisinya. Kerja keras panitia benar-benar tampak jelas. Aku mencoba mencari orang yang kukenal atau lebih tepatnya orang yang biasa kusebut sahabat, Apakah dia datang bersama pacar ?
"Hai." Seseorang menepuk pundakku,
"Duduk disitu yuk." Dia menarikku dan mengajakku duduk di sebuah kursi yang berada di tengah kerumunan wanita dengan gaun.
"Eh, kamu udah ketemu Adrian belum? nanti dia perform lho."
Aku menghela nafas sejenak, lalu aku tersenyum padanya. "Aku nggak minat ketemu dia."
"Kamu masih sakit hati ?"
Pertanyaannya kali ini membawaku ke kenangan masa lalu. Kenangan pahit bersama Adrian yang telah menghancurkan hidupku.
"Enggak kok." Hanya itu yang keluar dari mulutku.
"Cieee cinta pertama." Dia terus saja menggodaku.

Dari kejauhan aku bisa melihat Adrian tampil di panggung. Dia hebat. Dia memang selalu hebat bagiku. Tepuk tangan mengiringi langkahnya meninggalkan panggung. Kemudian dia menghampiriku.
"Aku boleh duduk disini ?"
"Emang ada tulisan kalau mau duduk harus ijin aku ?" Aku berusaha terlihat cuek
"Ya enggak sih, kamu udah makan ?"
"Belum, paling bentar lagi ambil makan."
"Aku boleh tanya sesuatu nggak ?" Tiba-tiba Adrian mengganti topik pembicaraan.
"Apa ?"
"Kamu lebih memilih hidup sama orang yang kamu cintai atau orang yang mencintai kamu ?"
Aku terdiam. berusaha mengingat.


***


"Adrian, kamu sibuk ngapain sih ?" Aku mengamatinya dengan seksama
"Ini banyak tugas nih. Eh, aku boleh tanya sesuatu sama kamu nggak ?"
"Kamu mau tanya apa ?"
"Kamu lebih memilih hidup sama orang yang kamu cintai atau orang yang mencintai kamu ?"
"Waaah, kalau itu aku lebih memilih hidup sama orang yang mencintai aku."
"Kenapa ?"
"Ya, setidaknya aku nggak menolak dia jadi aku nggak bakal bikin dia sedih karna ditolak kan. Dia pasti bahagiain aku."
"Kalau begitu, tinggalin aku."
"Adrian, kamu ngomong apa sih ?"
"Aku nggak cinta sama kamu."


***


Aku tersadar dari lamunanku. 
"Adrian, kalau kamu bertanya tiga tahun lalu. Aku akan memilih hidup sama orang yang mencintai aku. Tapi semua berubah. Aku punya jawaban yang berbeda saat ini." Adrian terlihat bingung
"Berbeda ? Kamu lebih memilih hidup sama orang yang kamu cintai ? Orang itu nggak akan mencintaimu."
"Justru waktu itu aku masih egois, aku hanya memikirkan diriku sendiri. Hanya memikirkan kebahagiaanku sendiri. Dan dengan hidup bersama orang yang mencintai kita dan kita tidak mencintai dia, itu malah menyakitinya. Karna kita tidak akan memperlakukannya dengan baik. Sedangkan jika aku hidup bersama orang yang aku cintai, aku bisa memastikan bahwa aku nggak akan menyakiti dia. Tidak akan pernah.Walaupun dia menyakitiku nantinya, tapi aku akan tetap berusaha bertahan dengan cintaku."
"Apa aku masih bisa jadi laki-laki itu ?"
Sepertinya aku sudah menyiapkan jawaban untuk ini sejak tiga tahun lalu. Tapi sekarang jawabanku pun sudah berubah.
"Kalau laki-laki itu kamu, aku lebih memilih untuk tidak hidup."

Aku berdiri, tersenyum, lalu meninggalkan tempat itu. Inilah caraku memaafkanmu Adrian. Setidaknya dengan tidak lagi mengenalmu.





Yogyakarta, 26 Juni 2014

0 komentar:

Post a Comment