"Pokoknya hari ini harus jadi lho, jangan lupa kabar-kabar ya."
"Semoga jadian bro !"
Banjir support mengiringi langkah mantapku ini.
Buket mawar kugenggam dikiri, hadiah kecil dengan bungkus polkadot merah jambu aku simpan di kantong bajuku. Di dalamnya, terdapat sebuah kalung berbandul hati yang membutuhkan waktu dua bulan untuk masa pencariannya. Tapi tentu saja, itu tetap tak sebanding dengan penantian cintaku yang saat ini sedang jalan setahun empat bulan. Aku menyukainya. Sangat. Amat sangat menyukainya.
Hari ini ulang tahunnya. Dan telah kurencanakan masak-masak segalanya. Telah kuputuskan pula, bahwa hari ini aku akan menyatakan cinta padanya.
Sekarang pukul dua siang. Kupencet tombol-tombol angka yang sudah sangat familiar bagiku. Ya. Nomor teleponnya.
"Sya, kamu dimana ?" sapaku ramah.
"Aku lagi hang-out sama temen nih, kenapa Don ?" terderak suara ramai-ramai yang membuat suaranya sedikit terdengar lebih kecil dari biasanya.
"Ehm, enggak. kamu nggak lupa kan kita ada janji jam tiga ?" aku berusaha mengingatkan dirinya.
"Ya ampun Doni, sorry banget aku lupa. Iya deh iya, jam tiga kan ? ntar aku dateng. kamu tunggu aja di depan kafe biasa."
"Iya deh Sya. Aku tunggu di depan kafe." Jawabku lembut.
Samar-samar kudengar suara temannya. Lalu telepon putus.
Masih satu jam lagi, tak apalah. Aku minum dulu saja di kafe "Blue". Disinilah, telah kurencanakan semua. Kue tart juga sudah kusiapkan bersama para pelayan di kafe ini.
Setelah pandanganku cukup puas mengelilingi daftar menu. Pilihanku jatuh pada hazelnut panas. kudengar, minum secangkir hazelnut dapat membuatmu sedikit tenang. Aku rasa memang itu yang kubutuhkan karna sekarang aku sangat gugup. Bagaimana tidak ? Marsya cinta pertamaku. Ketika teman-temanku telah bergonta-ganti pacar. Aku masih saja menunggunya sejak SMP. Dan iniliah waktuku untuk mengungkapkannya.
Kupandangi jam tanganku. Sepuluh menit lagi pukul tiga. Aku tunggu saja dia di depan kafe. Bukankah dia memang memintaku begitu ?
Aku berdiri tepat di samping pintu. Dengan tidak lupa membawa buket mawar yang telah kusiapkan.
Sepuluh menit berlalu.
Dia belum datang. Mungkin sedang dalam perjalanan. Jadi wajar kalau dia terlambat.
Sepuluh menit berikutnya berlalu.
Dia belum datang juga. Mungkin terhambat macet. Sekarang kan jalanan sangat ramai.
Satu jama telah berlalu.
Mengapa dia belum datang ? Mungkin ada barang yang tertinggal. Sehingga ia harus kembali.
Satu setengah jam berlalu.
Aku mulai gelisah. Tapi aku tetap berusaha berpikir positif. Seperti kata motivator-motivator di televisi.
Wah hujan turun. Setelah dua jam menunggu, sekarang malah hujan. Aku turuti kata Marsya. Aku harus menunggunya di depan, sesuai dengan permintaan Marsya.
Hari semakin gelap. Dia tak kunjung datang.
Kulihat lagi jam tanganku. Sudah pukul delapan rupanya. Tak terasa sudah beberapa jam sejak pukul tiga.
Coba kutunggu sebentar lagi. Mungkin saja tadi dia ada sesuatu yang harus dikerjakan.
Pukul sembilan. Hujan telah berhenti. Aku pejamkan kedua mataku sesaat. Mencoba menelaah apa yang baru saja terjadi.
Aku memandang lekat-lekat buket mawar yang telah tak karuan rupanya karna terguyur hujan.
Bajuku basah. Tak hanya itu, celana, rambut, badan, bahkan hadiahku untuknya juga basah. Semuanya basah. Tak terkecuali.
Aku masuk ke dalam kafe. Para pelayan melihatku iba. Tatapan antara kasihan dan kecewa karna tak bisa menyaksikan aksiku. Aku membalas mata mereka dengan senyuman. Senyuman pahit kurasa.
Aku berikan kue tartku untuk pelayan-pelayan kafe ini.
Lalu kumasukkan mawar dalam genggamanku ini ke dalam tong sampah terdekat.
Tiba-tiba handphone-ku berbunyi. Sebuah pesan rupanya.
-Don, sorry banget. Tadi Tama ngajak ketemuan, ngerayain ultahku. Ketemuannya bisa diganti hari kan?"-
Saat itu juga aku lemas. Tak sanggup menerima kenyataan bahwa ketidakhadirannya disengaja.
Padahal aku amat mempercayainya. Sungguh. Percaya.
***
Kupacu mobilku menuju sebuah jembatan di pinggiran kota.
Disinilah aku berdiri,
Di antara lampu-lampu yang menyala.
Entah mengapa, malam ini bintang tak terlihat indah. Bulan tak terlihat bersinar. Laut tak terlihat berseri.
Dirimulah yang menjadikan semua terasa sempurna.
Dirimu Marsya, wahai cinta pertamaku.
"Sya, seandainya kamu tau. Aku cuma mau bilang, Happy birthday Sya. Aku sayang kamu."
Kulemparkan kalung itu ke laut.
Handphone-ku kembali berdering. Ah rupanya papa.
"Iya pa? udah kok. urusan Doni udah selesai. Besok pagi kita bisa pindah, Doni udah beli tiketnya tadi."
Kemudian kututup teleponku.
Ini terakhir kalinya aku melihat laut ini. Dan aku tak akan kembali.
Move on.
Yogyakarta, 19 Januari 2012
0 komentar:
Post a Comment